Laman

Sabtu, 14 April 2012

Belajar Siaga Gempa dari Jepang


Belajar Siaga Gempa dari Jepang
Soal peringatan dini bencana, Jepang belum tertandingi.

Belajar Siaga Gempa dari Jepang

Jangan Panik dan Ikuti Prosedur Penyelamatan Diri


Tidak boleh terjadi lagi seperti pada Rabu 11 April 2012 di Padang paska gempa pertama berkekuatan 8,5 Skala Richter mengguncang Aceh: sirine peringatan dini tsunami di Komplek GOR H Agus Salim meraung-raung, 30 menit setelah guncangan terjadi. Tidak juga diharapkan terjadi lagi dimana sebanyak 920 ribu warga Padang serempak dilanda panik.

Tanpa komando, mereka langsung mengevakuasi diri ke lokasi yang lebih tinggi. Kemacetan hebat di sejumlah titik menuju jalan By Pass, sekitar 7 kilometer dari bibir pantai karena semua orang panik. Terlihat wajah-wajah tegang yang makin frustrasi menyaksikan lalu lintas yang sedemikian semrawut. 

Lemahnya informasi publik membuat warga bergerak sendiri dan terjebak di titik yang sama. Warga belum memahami apa itu 'waspada', 'siaga'  yang dalam SoP tidak perlu evakuasi, dan 'awas' yang harus evakuasi. Informasi yang tidak sepenuhnya diterima masyarakat dengan baik tersebut menimbulkan kepanikan.

Semua orang tahu, soal peringatan dini bencana, Jepang belum tertandingi. Rahasia Jepang menyelamatkan ribuan nyawa ada pada peringatan dini. Di Tokyo, tayangan siaran langsung dari gedung parlemen tiba-tiba berganti menjadi siaran peringatan dini, bahwa tanah yang mereka injak akan segera berguncang hebat. 

Beberapa menit sebelum guncangan besar terjadi, sistem peringatan mengirimkan jutaan pesan pendek langsung ke ponsel warga. Stasiun kereta dan pabrik sontak menghentikan operasi dan melakukan tindakan pengamanan, setelah menerima surat elektronik berisi peringatan. 

"Bahkan satu menit, bisa menentukan," kata Dr. Tom Jordan, Kepala Pusat Gempa Bumi California Selatan, seperti dimuat situs 10 News. "Bayangkan, jika Anda dokter yang sedang melakukan operasi, atau ketika Anda berada di lift. Kesempatan menit, atau detik, bisa jadi penyelamat." 

Seperti dimuat VOA News, pemerintah Jepang mengirimkan peringatan tsunami tiga menit setelah gempa terjadi 11 Maret 2011 lalu. Dan meski tak memicu tsunami, seperti yang dikhawatirkan, dua gempa besar yang mengguncang Aceh, Rabu 11 April 2012, merenggut korban nyawa. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, ada 10 orang tewas akibat lindu berkekuatan 8,5 SR yang disusul gempa 8,1 SR.

Kita memang tidak boleh berhenti belajar, bukan sebatas teori tapi dilakukan dalam simulasi darurat bencana. Berikut cara orang Jepang menyelamatkan diri dari gempa, yang tentu saja patut kita tiru (VIVAnews, 9 Oktober 2009) :

1. Masyarakat Jepang rajin melakukan pelatihan bencana. Di dekat pintu, mereka mempersiapkan ransel yang berisi air botolan, makanan kering atau makanan kalengan, obat-obatan P3K, uang tunai, pakaian kering, radio, senter, dan beberapa baterai pengganti. 

Masyarakat bisa menambahkan suplemen, kacamata, obat-obatan khusus, atau makanan bayi dalam tas khusus mereka. Alat-alat penyelamatan gempa bahkan dijual di supermarket. 

2. Pelatihan menghadapi bencana dilakukan secara rutin, bahkan dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah-sekolah dasar. 

3. Kekayaan Jepang sebagian diinvestasikan untuk membangun gedung dan infrastruktur tahan gempa. Mahal memang, tapi menurut ahli, kebijakan ini terbukti telah menyelamatkan ribuan jiwa.

4. Pemerintah daerah atau pemerintah lokal dilatih secara khusus untuk mengumumkan terjadinya bencana dan melakukan evakuasi secara cepat. Mereka juga dilatih untuk mendistribusikan makanan dan selimut di tempat-tempat penampungan. 

5. Masyarakat Jepang tahu mereka harus melindungi kepala dengan meja yang kuat, agar tidak kejatuhan benda-benda keras. Lalu, di bawah lindungan meja, itu, dengan cepat mereka mematikan aliran gas, dan memastikan pintu tetap terbuka untuk mengurangi resiko terjebak di antara reruntuhan. 

6. Penduduk Jepang dianjurkan menyimpan sepatu di bawah tempat tidur dan sepeda di halaman. Sepatu untuk mengamankan kaki dari pecahan kaca. Sedangkan sepeda adalah alat transportasi yang paling tepat saat gempa. 

7. Masyarakat Jepang mengaktifkan peringatan gempa di telepon genggamnya. Anak-anak di sekolah memiliki pelindung kepala tahan api di mejanya masing-masing. Tak hanya itu, simulator gempa canggih juga digunakan untuk membiasakan anak-anak dengan getaran gempa. 

8. Pemerintah Jepang memastikan pusat energi nuklir dan kereta listrik akan mati secara otomatis ketika bumi bergetar dalam batas tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar